
Pembelajaran berdiferensiasi merupakan proses pembelajaran yang dikembangkan untuk merespons beragam kebutuhan dan kemampuan tiap murid dalam aktivitas belajar.
Asesmen Diagnostik menjadi kunci utama keberhasilan implementasi pembelajaran berdiferensiasi dalam Kurikulum Merdeka yang digagas oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Pembelajaran berdiferensiasi merupakan proses pembelajaran yang dikembangkan untuk merespons beragam kebutuhan dan kemampuan tiap murid dalam aktivitas belajar.
“Fase ini akan membantu guru untuk memahami serta menentukan kompetensi murid sehingga dapat menentukan tema, pengaplikasian, hingga proses pembelajaran yang tepat bagi murid sesuai dengan profil masing-masing,” ujar Anindito, dalam Podcast Sapa Pendidikan yang dirilis pada Kamis, 14 Maret 2025.
Dia mengatakan minat serta kemampuan murid dalam memahami suatu pelajaran akan divalidasi oleh guru dalam proses pembelajaran berdiferensiasi, tentu setelah dilakukan asesmen diagnostik.
“Jadi proses asesmen diagnostik secara tidak langsung menjadi bentuk penghargaan bagi murid itu sendiri, karena pendekatan belajarnya sesuai dengan profil mereka,” sambungnya.
Dengan begitu, Nino berharap kegiatan belajar mengajar yang berorientasi pada murid betul-betul dapat berjalan optimal, sesuai dengan kondisi tiap peserta didik dan selaras dengan prinsip Kurikulum Merdeka.
Pada kesempatan yang sama, Guru SDN 1 Pringsewu Timur, Etika Indah Febriani memaknai asesmen diagnostik sebagai langkah pertama dan utama untuk memahami karakter siswa-siswi.
Etika mengaku proses asesmen diagnostik sangat memudahkan guru dalam memilih pendekatan belajar yang tepat. Keterlibatan orang tua murid untuk menggali informasi terkait kondisi siswa juga diperlukan, demi mendapatkan gambaran yang lebih valid dalam proses asesmen.
“Proses ini memang sangat menarik karena kita jadi tahu aset apa saja yang bisa kita manfaatkan untuk mengelola pembelajaran ini. Jadi tidak hanya perlu kolaborasi antar guru maupun jajaran dinas, tapi ada peran orang tua yang sangat berarti bagi siswa,” jelasnya.
Sementara itu, Wakil Kepala SMA Negeri 1 Meranti, Khairina Lubis merasa terbantu dengan adanya pembelajaran berdiferensiasi. Khairina mengatakan bahwa dirinya tidak perlu lagi mengajarkan semua topik pembelajaran yang ada di buku kepada muridnya.
“Kalau dulu kami memaksakan semua topik pelajaran kepada murid, sekarang bisa memilih topik-topik esensial dalam aktivitas pengajaran dan sesuai dengan kondisi murid saya. Jadi kami pun juga merasa tertolong dan merdeka,” ujarnya.
Khairina menilai pembelajaran berdiferensiasi telah mendorongnya untuk melakukan baragam cara agar siswa dapat mengeksploitasi topik pembelajaran. Sebagai guru matematika, dia berupaya menjadikan mata pelajaran tersebut mudah diterima dan lebih relevan dengan kehidupan murid sehari-hari.
“Baru-baru ini saya coba memfasilitasi para murid dengan membuat proyek kewirausahaan, ternyata ada yang memang suka berdagang. Yang terpenting esensi pelajaran matematika ini yang dikenal sebagai pelajaran yang menakutkan, dapat dirasakan lebih manusiawi bagi murid,” ungkap Rani.
Leave a Reply