Meningkatnya suhu: Tantangan baru bagi tenaga kerja di Asia Tenggara

Cuaca panas yang ekstrem tidak hanya memengaruhi kesehatan fisik—cuaca juga meningkatkan stres mental, mengurangi fokus, dan meningkatkan kecelakaan di tempat kerja di berbagai industri.

Saat suhu meningkat dan kelembapan meningkat, Asia Tenggara menghadapi tantangan yang semakin besar: dampak panas ekstrem terhadap kesehatan, produktivitas, dan kesejahteraan karyawan secara keseluruhan. Dr. David Teo, Direktur Medis Regional di International SOS, menyoroti kekhawatiran yang semakin meningkat ini, dengan menekankan bahwa “pemanasan global telah memperkuat risiko yang ditimbulkan oleh panas ekstrem, khususnya di Asia Tenggara, di mana suhu dan tingkat kelembapan yang meningkat menciptakan tantangan yang signifikan bagi pengusaha dan karyawan.”

Meskipun penyakit yang berhubungan dengan panas seperti sengatan panas dan kelelahan sudah dikenal luas, dampak yang tidak terlihat pada kesehatan mental juga sama mengkhawatirkannya. Suhu lingkungan yang tinggi dapat menyebabkan stres mental, mudah tersinggung, cemas, dan bahkan agresi. “Risiko yang berhubungan dengan panas tidak hanya terbatas pada cedera fisik. Suhu lingkungan yang tinggi menyebabkan stres mental, menciptakan efek berantai yang merusak keselamatan dan produktivitas di tempat kerja,” ungkapnya kepada HRM Asia.

Karyawan di sektor seperti konstruksi, pertanian, transportasi, dan lepas pantai sangat rentan. Paparan panas yang berkepanjangan mengurangi konsentrasi dan stamina, sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya kecelakaan di tempat kerja. Lingkungan perkotaan seperti Singapura mengalami efek pulau panas perkotaan, di mana suhu tinggi bertahan bahkan di malam hari, mengganggu tidur dan memperparah kelelahan.

Dr. Teo memperingatkan, “Kelompok rentan, seperti karyawan yang berusia lanjut atau mereka yang memiliki kondisi kronis, terkena dampak secara tidak proporsional, sehingga menyoroti perlunya intervensi yang disesuaikan.”

Bagaimana pengusaha dapat mengurangi stres akibat panas

Laporan International SOS Risk Outlook 2025 mengungkapkan bahwa 55% organisasi di seluruh dunia telah terdampak oleh peristiwa terkait iklim, termasuk gelombang panas. Selain itu, 75% karyawan mengharapkan dukungan yang lebih besar dari pengusaha mereka.

Dr. Teo menguraikan beberapa langkah proaktif yang dapat diambil pengusaha:

  • Pendidikan dan Kesadaran: “Karyawan dan manajer perlu mengenali tanda-tanda stres akibat panas dan memahami implikasinya,” tegasnya. Program pelatihan harus mendidik karyawan tentang cara mengenali gejala pada diri mereka sendiri dan rekan kerja mereka, serta potensi efek jangka panjang dari paparan panas yang berkepanjangan.
  • Adaptasi Tempat Kerja: Penyesuaian yang sederhana dan praktis dapat membuat perbedaan yang signifikan. “Langkah-langkah sederhana seperti area yang teduh, jadwal kerja-istirahat, dan fasilitas hidrasi yang memadai dapat mengurangi cedera akibat panas,” kata Dr. Teo. Pertimbangkan untuk menerapkan jadwal kerja yang fleksibel jika memungkinkan, menyediakan akses ke ruang istirahat yang sejuk, dan memastikan air minum tersedia dengan mudah.
  • Mendukung Kelompok Rentan: “Karyawan berisiko tinggi, seperti karyawan yang lebih tua atau mereka yang memiliki penyakit kronis, harus diawasi secara ketat,” saran Dr. Teo. SDM dapat bekerja sama dengan profesional kesehatan kerja untuk mengidentifikasi dan mendukung individu-individu ini, mungkin melalui tugas kerja yang dimodifikasi atau waktu istirahat yang lebih sering.
  • Memanfaatkan Teknologi: “Perangkat yang dapat dikenakan dan analisis prediktif dapat membantu mencegah cedera akibat panas dan memastikan kesiapan operasional selama peristiwa cuaca ekstrem,” sarannya. Berinvestasi dalam teknologi yang memantau kondisi lingkungan dan respons fisiologis individu dapat membantu mengidentifikasi dan mengurangi risiko terkait panas secara proaktif.

Membangun ketahanan jangka panjang

Menyertakan risiko terkait iklim ke dalam perencanaan keberlangsungan bisnis bukan hanya tindakan yang bijaksana—tetapi juga penting. “Kegagalan bertindak tidak hanya akan membahayakan kesehatan karyawan tetapi juga mengurangi produktivitas dan merusak reputasi,” Dr. Teo memperingatkan. Sebaliknya, organisasi yang memprioritaskan manajemen panas dapat mengurangi ketidakhadiran, menumbuhkan loyalitas, dan memposisikan diri sebagai pemimpin dalam perawatan tenaga kerja.

“Kerentanan unik Asia Tenggara terhadap tekanan panas memberikan peluang bagi bisnis regional untuk menjadi contoh,” pungkasnya. “Dengan mengambil tindakan tegas, pengusaha dapat melindungi tenaga kerja mereka sekaligus memastikan ketahanan organisasi dalam menghadapi masa depan y


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *